Title:  EIEN NO AI
Author: Nine-tailed Fox
Genre: Romance, Little bit angst
Cast: Byun Baekhyun
         Park Chanyeol
Length: 1 Shoot

Warning: OOC, YAOI, BL STORY (BOYS LOVE), DON’T LIKE DON’T READ

 
Aduh ga tau ini apa…baru pertama kali nulis pairing EXO…jadinya susah dapet feel…pengennya angst tapi…kayaknya ga sedih2 amat sih. Yah begitulah *apaan? Oia, cerita ini terinspirasi dari banyak hal…ada sinetron. Ikaln, de el el. Hehe!

Monggo dibaca…~


Selamat pagi sayangku…
Selamat siang cintaku…
Selamat sore cantikku…
Selamat malam manisku…

Selamat tidur malaikatku…

Selamat tinggal…kebahagiaanku.


Suatu hari nanti, akan tiba saatnya…aku tak dapat lagi mengucapkan semua ungkapan manis yang biasanya kulantunkan hanya untukkmu.
Aku tahu kalau bumi bukanlah tempat bagi malaikat sepertimu untuk tinggal, karena itu pastilah kau akan pergi meninggalkanku entah kapan waktunya.
Aku siap, aku siap kapan pun menerima rasa sakit ini…
Asalkan malaikatku…pergi dengan perasaan bahagia.

Sebuah rumah kecil yang nyaman dan indah, sebuah bangunan kecil namun berdiri bertahun-tahun dengan penuh kebahagian dan cinta didalamnya. Adalah dua orang, sepasang jiwa tak abadi yang mendiami rumah tersebut.

Pagi ini pagi yang cerah…sangat cerah bahkan burung-burung pun dengan senang hati bernyanyi riang menyambut datangnya mentari. Seorang lelaki, tampan dengan rambut coklat madunya, rupawan dengan pahatan parasnya yang elok dan berpostur tubuh sempurna layaknya sebuah karya seni. Ia duduk didepan televisi…ditemani sebuah koran pagi ditangan dan secangkir kopi panas diatas meja.

Televisi dalam keadaan mati, ia lebih senang mengikuti berita dengan membaca koran saja. Sesekali tangannya bergerak untuk mengganti satu halaman ke halaman lainnya, ia mendesah ringan saat menemukan berita yang sekiranya tidak mengenakan untuk dibaca.

“Chanyeol…astaga kau belum siap sama sekali?”

Mendengar namanya disebut, lelaki itu berpaling dari koran sahabat paginya dan menoleh kearah asal suara…lebih tepatnya kearah kanan, dimana kemudian ia mendapati sosok lelaki lain tengah berdiri disana.

Chanyeol agak heran, bumi masihlah tempat yang dipijaknya, namun mengapa…ia melihat sosok malaikat seindah ini dihadapannya.

“Hei! Jangan menatapku seperti itu! Sebaiknya kau segera membenahi diri…sebentar lagi siang, aku tidak ingin membuang-buang waktu!”

Chanyeol tidak akan mengatakan bahwa beberapa detik lalu ia baru saja merasa tengah berada disurga, pada lelaki cantik itu. Ia hanya tertawa, memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi dan bersih…melipat koran ditangannya lalu meletakannya diatas meja.

“Bagaimana penampilaku? Apa aku terlihat bagus?”

Lelaki rupawan itu melangkah mendekat setelah meninggalkan sofa…menelusuri dari ujung kepala hingga ujung kaki sosok lelaki cantik dihadapannya kini. Sosok yang tak lebih tinggi darinya, mungkin tingginya hanya sekitar sebahu atau seleher Chanyeol…mengenakan kaus hitam polos dilapisi blazer putih polos dengan sedikit aksen rantai dan kancing besi, celana jeans putih gading dan sepatu sneakers merah. Style yang bagus…namun yang membuat sosoknya makin sempurna adalah paras cantiknya yang…bahkan bersinar terang melebihi bintang. Kedua matanya berpendar indah disapu lukisan garis eyeliner, bibir pinknya berkilau seperti permen serta kulitnya yang putih bersih tanpa noda…cantik, cantik sekali.

“Memangnya…kau mau pergi kemana sepagi ini, Baekhyun?”

Baekhyun tersenyum sebagai awal jawabannya atas pertanyaan Chanyeol…ia mengarahkan tatapan lembutnya tepat kearah mata Chanyeol yang menatapnya penuh tanya.

“Aku…sebentar lagi aku akan pergi ketempat Tuhan…tentu saja aku harus berpenampilan pantas.”

Bagaimana…bagaimana mungkin ia mampu mengatakan semua itu dengan begitu ringan?
Tak sadarkah ia, jika seuntai kalimat yang baru saja diucapkannya…telah membuat senyum diparas rupawan itu luntur seketika…?

Bahkan mungkin sebenarnya, sesuatu yang rapuh itu…tidak serapuh kelihatannya.

“Be-begitukah? Aku mengerti…tunggu sebentar, aku siap-siap dulu.”

“Hm! Jangan lama-lama, ne?!”

Chanyeol tersenyum samar seraya mengusap pelan puncak kepala Baekhyun yang ditumbuhi surai hitam legam sehalus sutra. Menarik nafas sejenak sebelum melangkah menapaki anak tangga menuju kamar mereka dilantai dua.

Sesuatu telah bersarang dihati ini…sesuatu yang terkadang muncul dan menghilang, membuat sesak rasanya.

.
.
.

Hati ini selalu mengajukan satu pertanyaan yang sama…
Bagaimana kau bisa tetap tersenyum…disaat waktu tak lagi bersahabat?
Dan kau selalu menjawabnya dengan jawaban yang berbeda setiap detiknya.
Dengan senyummu kau berkata bahwa kau baik-baik saja…
Dengan tatapan lembutmu kau berkata bahwa kau tidak apa-apa…
Dengan tawamu kau berkata bahwa kau…bahwa kau bahagia.

Maafkan aku…
Aku tidak bisa seperti itu!
Maafkan aku…
Aku tidak bisa kuat untukmu!

Aku siap…tapi aku tidak sanggup.
Maaf…maaf.

Kini Baekhyun tak lagi menjalani rawat jalan, ia tak lagi mengkonsumsi obat-obatan atau mendatangi dokter bila terjadi sesuatu. Kini ia hidup layaknya orang sehat pada umumnya, menjalani rutinitas normal seperti yang biasa ia lakukan sebelum dokter memvonisnya mengidap kanker otak stadium akhir.

Baekhyun bisa pergi kapan pun, detik ini, menit ini, hari ini atau esok hari…dan semua itu adalah hal yang selama ini Chanyeol berusaha untuk lupakan.

“Aku tidak bermaksud untuk menyerah, Chanyeol…aku juga bukannya lelah untuk berusaha…aku hanya tak ingin menghabiskan sisa hidupku untuk sesuatu yang sia-sia…aku masih memilikimu yang sangat mencintaiku…aku hanya ingin bahagia sampai akhir bersamamu…”

Ya, tentu saja…Chanyeol akan tetap, terus, selalu dan untuk selamanya mencintai Baekhyun.

Mereka terus membawa diri, dalam kesunyian ditengah keramaian kota Seoul…hanya Baekhyun yang mengeluarkan suara sesekali waktu, mengungkapkan betapa senang hatinya hari ini karena cuaca cerah dan dapat menghabiskan waktu bersama sang kekasih, Chanyeol.

Tentu saja Baekhyun tak dapat mendengar jeritan hati sang kekasih…yang berkali-kali mengucap kata maaf beserta kata cinta untuknya seorang. Kata maaf karena tak dapat mengucapkan kata cinta secara langsung…dan kata cinta karena Chanyeol mencintainya setulus dan sepenuh hati.

“Ah! Gereja! Kita sudah sampai!”

Baekhyun secara reflex melepas tautan tangan mereka dan berlari kecil mendahuli Chanyeol menuju gereja. Hanya sebuah gereja kecil di daerah yang cukup terpencil, sepi namun terasa damai dan sunyi. Chanyeol masuk mengikuti Baekhyun yang kini tengah berada didepan altar seraya menengadah menatap lukisan panorama langit pada pemukaan langit-langit gereja.

“Indah sekali bukan?”

“Hm…ya, indah sekali…”

Bahkan dalam keadaan rapuh sekali pun…Baekhyun tentu saja berjuta kali lebih indah.

“Chanyeol…kau harus keluar.”

“Apa? Ke-kenapa?”

“Aku mau berdoa…kau harus keluar!”

“Lalu? Apa hubungannya denganku…kau berdoa ya berdoa saja!”

Baekhyun berhenti mendorong tubuh Chanyeol dan bertolak pinggang…lelaki cantik itu menghela nafas berat menunjukan rasa kesalnya seraya menatap tajam sang kekasih.

“Orang bilang, kita harus bersuara keras saat berdoa…agar Tuhan mendengar doa kita.”

“Lalu?”

“Aku malu kalau sampai terdengar oleh orang lain…karena itu kau kusuruh keluar! Cepat keluar!”

“He-hei!!”

‘Blam!’

“Yah! Byun Baekhyun!”

Pintu gereja tertutup tepat didepan hidung Chanyeol, kini ia berada diluar meninggalkan Baekhyun sendirian didalam. Lelaki tampan ini menggembungkan sebelah pipinya kesal, sejak kapan Baekhyun main sembunyi-sembunyi seperti ini?

Muncul ide jahil dikepala Chanyeol yang memang telah terbiasa memikirkan hal-hal usil…terutama untuk mengusili Baekhyun tentunya. Dengan terkekeh kecil lelaki tampan itu membuka pintu gereja pelan-pelan, sangat pelan agar Baekhyun tak sampai menyadarinya.

Sosok Baekhyun pun terlihat oleh Chanyeol…ia masih berdiri menghadap altar membelakangi pintu, jelas ia tak menyadari apapun. Chanyeol terkekeh puas sambil mempersiapkan telinga untuk menguping doa Baekhyun.

“Tuhan…”

Chanyeol menutup mulutnya menahan tawa…terpikir hal-hal konyol yang dapat ia gunakan untuk menggoda Baekhyun setelah kekasihnya itu selesai berdoa.

“Aku mencintai Chanyeol…karena itu aku mohon kepada-Mu…jangan biarkan ia bersedih terlalu lama setelah aku pergi nanti.”

Lonceng jam gereja berdentang cukup keras…memperdengarkan suara merdu yang meskipun tak lebih merdu dari suara Baekhyun, namun mampu menghantam hati ini dengan begitu kerasnya.

Kepiluan ini membuat bibir kelu memudarkan senyum…

“Tak ada siapa pun lagi yang kumiliki selain dia, Chanyeol yang sangat kucintai…setelah aku pergi kesisi-Mu nanti, Tuhan…mohon lindungi dia dan kuatkanlah hatinya, jangan kurangi kebahagiaannya sedikit pun dan jangan Kau rengut senyumannya…”

Tidak…tidak…
Jangan katakan itu lagi, jangan berdoa lagi, jangan mengucapkan sepatah kata pun lagi!!
Jangan buat mata ini meneteskan air sucinya, jangan buat dada ini terasa sesak, jangan kau buat nafas ini semakin surut…!

Aku juga mencintaimu, Baekhyun…aku juga mencintaimu, sangat mencintaimu, sungguh sangat mencintaimu!
Kau dengar…aku mencintaimu…aku mencintaimu…aku mencintaimu…sungguh~

Penyesalan dan rasa sesak semakin berkumpul dihati Chanyeol, hanya Baekhyun yang dapat membuat hatinya pilu seperti ini, hanya Baekhyun yang mampu membuat perasaannya hancur berkeping-keping seperti ini…dan hanya Baekhyun yang mampu membuatnya menahan tangis dan jeritan hati sekuat ini.

Chanyeol menutup mulut dengan telapak tangan kanannya kuat-kuat…pandangan matanya semakin buram, sosok Baekhyun didepan altar sana tak lagi nampak jelas.

“Ukh~”

Lelaki tampan itu menggigit lidahnya sendiri didalam mulut, berharap sedikit rasa sakit dapat meredam dan menahan mulutnya agar tidak menjerit.

“Terima kasih Tuhan…hidupku memang singkat, namun itu setimpal dengan banyaknya kebahagiaan yang Kau berikan, aku bahagia, Tuhan…sangat bahagia hingga rasanya hati ini tak mampu menampung semua kebahagiaan itu…dan terima kasih…telah menghadirkan Chanyeol dalam hidupku.”

Kalau seperti ini…bagaimana mungkin aku dapat membiarkanmu pergi?
Kalau seperti ini…bagaimana mungkin aku siap menghadapi kesendirian yang sebentar lagi akan menghampiriku?
Kalau seperti ini bagaimana aku sanggup…hidup tanpa dirimu?
Jika kau pergi, aku tak kan bisa lagi tersenyum.
Jika kau pergi, aku tak kan mampu lagi tertawa.
Jika kau pergi, langit akan selamanya kelabu dimataku.
Jika kau pergi, setiap hari, setiap detik, setiap hembusan nafas ini…akan terasa hampa…

Kau…adalah hidupku.
Baekhyun…

Baekhyun tersenyum setelah mulutnya berhenti menguntai kata, menatap altar yang begitu megah dihadapannya…cahaya matahari menembus kaca ukir penuh warna didinding besar gereja, indah sekali…akankah ada keindahan seperti ini yang ia temukan…jika kelak telah bertemu dengan Tuhan?

Ia berbalik dan melangkah menuju pintu gereja yang tertutup, suasana begitu sunyi hingga Baekhyun dapat mendengar suara langkah kakinya sendiri. Derit engsel pintu terdengar mengusik bersamaan dengan sinar mentari yang menerobos menusuk mata ketika pintu ia buka sepenuhnya.

“Chanyeol?”

Kedua alisnya terangkat bingung menatap kekosongan didepannya, tak dapat ia temukan sosok Chanyeol dimana pun.

“Chanyeol…kau dimana?”

Baekhyun berjalan beberapa langkah, menoleh kesegala arah berharap menemukan sosok lelaki yang amat dicintainya namun…nihil, sosok Chanyeol tak tampak dimana pun.

“Awas kau Park Chanyeol…pergi tidak bilang-bi…~”

Mulut mungil Baekhyun bungkam seketika saat tiga tangkai bunga matahari muncul tepat dihadapannya. Sedikit merasa kaget memang, namun Baekhyun lebih merasa bingung…apa yang terjadi?

“Kau suka?”

Kebingungan Baekhyun sirna seketika saat sosok Chanyeol yang tersenyum riang muncul dibalik tiga tangkai bunga matahari tersebut.

Baekhyun menahan keinginannya untuk tertawa, perutnya terasa geli mengingat sejak dulu kekasihnya ini bukanlah orang yang romantis…Chanyeol jarang bersikap manis dan romantis atau bahkan tidak pernah. Lelaki tampan itu selalu membuat Baekhyun bagaikan manusia paling bahagia didunia dengan caranya sendiri.

“Ini imitasi? Bunga ini plastik.”

Chanyeol mengusap tengkuknya kikuk seraya tersenyum masam…Baekhyun sedikit mem-pout kan bibir menatapnya dengan tiga tangkai bunga matahari plastik yang kini berada ditangannya.

Bunga matahari…bunga kesukaan Baekhyun, meski hanya imitasi.

“Maaf…hanya itu yang dapat kutemukan…”

“Kau membelinya di toko bunga? Wanginya cukup harum…”

“Tidak, aku membelinya di toko perabotan rumah tangga.”

Sejenak lelaki cantik membulatkan kedua matanya tidak percaya, satu kebiasaan lama Baekhyun yang tampak begitu menggemaskan dimata Chanyeol…lalu sedetik berikutnya, senyum terlukis dibibir mungilnya…senyum yang berangsur-angsur berubah menjadi gelak tawa.

Kau seperti matahari…perpijar terang dan terasa hangat.
Dengan senyum tulus dan tawamu yang lugu itu, bagaimana mungkin aku dapat berpaling?
Kau sangat cocok bersanding dengan bunga matahari…
Bagiku kau bahkan lebih terang dan bersinar daripada matahari.
Kau adalah…matahari dalam hidupku.

“Terima kasih…aku menyukainya…”

Chanyeol tidak percaya jika sebentar lagi ia akan kehilangan senyum itu, sebentar lagi ia tak kan bisa mendengar suara tawanya yang merdu menggetarkan hati…tidak, Chanyeol tidak dapat percaya sama sekali. Semua ini bagaikan mimpi, semua ini tidak nyata…ia dan Baekhyun…akan selalu bersama.

“Kenapa?”

Baekhyun berhenti menghirup aroma bunga plastiknya yang harum itu, saat menyadari jika sang kekasih tengah menatapnya sendu…ia tahu, ia paham apa arti tatapan sendu itu…sangat mengerti hingga hati ini pilu rasanya. Namun Baekhyun bukanlah orang yang bersedia menerima kesedihan sebagai teman, ia tak ingin merusak kebersamannya dengan seseorang yang paling ia cintai…meski hanya dengan setetes air mata.

Ia harus tersenyum meski sulit…
Baekhyun harus menyampaikannya pada Chanyeol lewat senyum ini…bahwa ia bahagia, ia bahagia bersama Chanyeol dalam keadaan seperti apapun.

“Chan…yeol?”

Lelaki tampan itu masih bertahan dalam diam, mulutnya tak sedikit pun menunjukkan celah tempat keluarnya suara. Ia hanya menatap lekat mata Baekhyun…mata Baekhyun sangat indah, bola matanya hitam kecoklatan, garis kelopaknya melintang dengan bentuk yang bagus…cantik sekali.

Dan sebentar lagi…mata indah itu, akan terpejam untuk selamanya.
Akankah itu benar terjadi, Baekhyun?

Chanyeol akhirnya menggerakan sebelah tangan untuk meraih satu tangan Baekhyun, tangan Baekhyun yang kecil dan kurus…lebih kecil dari tangan Chanyeol sendiri, meremasnya lembut berusaha berbagi kehangatan dan perasaan hati walau hanya sedikit.

“Walau waktu tak lagi mengalir, walau langit tak lagi berganti warna…dan walau semuanya berubah. Kau harus tau, Baekhyun…perasaan ini, perasaan yang hanya untukku mu ini tak kan berubah. Aku tak bisa, tak ingin dan tak akan berhenti mencintaimu. Sungguh…aku mencintaimu.”

Jemari kokoh Chanyeol bergerak lembut memanjakan pipi mungil Baekhyun, pipi yang kini terlihat sedikit tirus dan pucat. Bergerak lembut disana sambil sesekali mengusap pelan menghasilkan percikan api kecil yang menciptakan getar-getar halus dihati Baekhyun. Ia sangat menyukai sentuhan Chanyeol…itu membuatnya nyaman, sangat.

Sepasang jiwa yang saling mencintai itu bertatapan dalam diam…berusaha saling memahami dalam kebisuan, membiarkan sorot mata berbicara mengungkapkan perasaan masing-masing.

Detik membawa senyum Baekhyun merekah…senyum yang amat Chanyeol cintai.

“Ya…aku tahu Chanyeol…perasaanku pun…sama sepertimu.”

Kembali kedua matanya terasa panas seperti terbakar. Menatap mata teduh Baekhyun yang merefleksikan bayangan dirinya sendiri disana…lihat lah sosok dirinya dimata Baekhyun. Bagaimana mungkin ia bisa serapuh ini dihadapan Baekhyun, bagaimana mungkin ia membiarkan kesedihan hadir diantara dirinya dan Baekhyun.

Tapi sungguh…ia tak mampu tersenyum, Chanyeol tak mampu tertawa…semua itu sulit ia lakukan. Sangat sulit. Sebentar lagi semuanya akan sirna, sebentar lagi semua akan musnah…

Ia hanya manusia lemah yang tunduk dibawah garis takdir…

“Aku mencintaimu…”

Lewat dua patah kata tersebutlah Chanyeol membawa Baekhyun dalam satu ciuman manis dibibir…berbagi kisah-kasih dan kehangatan yang tak dapat tersampaikan oleh kata semata.

Aku memang mencintaimu…
Tapi perasaanku…jauh lebih dalam daripada itu.

Kau tidak harus tahu, sayangku…
Kau hanya perlu memahaminya.

.
.
.

“Apa bunganya masih harum?”

“Hmm…tidak terlalu.”

Baekhyun mendorong tubuhnya sedikit mundur untuk lebih merapat pada Chanyeol yang duduk bersandar pada sebuah batang pohon besar. Kini mereka duduk berdua dibawah pohon dekat danau, rumput menjadi alas duduk mereka sementara rimbunnya ranting yang terjalin rapat bersama dedaunan hijau menjadi tempat mereka berteduh.

Tak jelas apa nama tempat ini, Chanyeol dan Baekhyun memang sering singgah kemari untuk sekedar piknik atau menghabiskan waktu berdua.

“Lain kali kau harus memberiku bunga asli…”

“Tentu.”

“Berikan yang banyak ya?”

“Iya aku tahu.”

“Letakan dengan rapi dimakamku nanti agar terlihat cantik.”

Tak ada sahutan…
Chanyeol kembali diam berjuta kata.
Sesuatu kembali meresapi hati ini, seolah menjerat jantungnya dengan perasaan aneh yang kemudian mengganjal dan membuat nafas sesak. Ingin sekali rasanya ia memukuli dadanya sendiri guna mengusir perasaan aneh itu…namun ia tak mungkin melakukannya dihadapan Baekhyun.

Sulit rasanya bersikap tegar…namun lebih sulit lagi berpura-pura untuk tegar, terutama dihadapan orang yang kita cintai. Karena kita bukan hanya berpura-pura…namun juga berbohong, berbohong pada diri sendiri juga orang yang kita cintai.

Hal itulah yang saat ini sedang Chanyeol lakukan…
Rasanya sungguh menyesakkan.

“Chanyeol…”

“Hm?”

Baekhyun diam sejenak seraya merebahkan kepalanya dibahu Chanyeol…sedikit bergerak kecil sampai akhirnya terdiam dalam posisi yang nyaman, lelaki cantik itu dapat merasakan hembusan nafas hangat tiap kali Chanyeol menggerakan kepalanya.

“Aku minta maaf…”

“Hm? Untuk apa?”

Sedikit gerakan kecil dan lemah Chanyeol rasakan, ternyata itu adalah tangan Baekhyun yang bergerak, menggenggam lengannya…menyelipkan jemari lentik dan mungilnya diantara jemari kokoh Chanyeol dan meremasnya lembut. Terasa sedikit dingin…tangan Baekhyun.

“Hari ini aku telah membuatmu memaksakan diri…maafkan aku.”

Baekhyun tahu…Baekhyun mengetahui kelemahannya, kerapuhannya dan kepura-puraannya…membuat Chanyeol memaki diri sendiri dalam benaknya. Ia payah!

“Chanyeol aku…”

“Aku akan melakukan apapun untukmu, Baekhyun. Sekali pun harus memaksakan diri dan melampaui batas kemampuanku…aku akan menyanggupinya.”

Sergahan Chanyeol membuat Baekhyun terdiam, sejenak ia merasa tertegun…lalu senyum lembut merekah dibibirnya mengingat perasaan Chanyeol yang begitu besar dan mendalam untukknya. Lelaki cantik itu menggenggam tangan Chanyeol semakin erat, seakan tangan mereka bersatu dan tak terpisahkan, melekat satu sama lain…hingga terasa panas.

“Ya…aku tahu Chanyeol, t-terima…kasih…”

Suara Baekhyun terdengar gamang dan lemah…membuat Chanyeol sadar bahwa bukan hanya dirinya yang memaksakan diri, bukan hanya dirinya yang berjuang melawan keadaan.

Dadanya terasa semakin sesak…ingin rasanya menjerit, meraung dan berteriak…menumpahkan air mata ini sepuasnya, sekuat ia mampu. Menunjukkan kelemahannya pada dunia, menyerah terhadap segala sesuatunya.

“Baekhyun…”

“Ya?”

“Maukah kau melantunkan sebuah lagu untukku?”

“Hm?”

“Bernyanyilah…dan jangan berhenti sebelum aku memintanya.”

Baekhyun terkekeh pelan sebentar sebelum akhirnya ia mengangguk tanda menyanggupi permintaan sang kekasih. Sempat mereka saling bertemu pandang…dalam senyum tulus yang Chanyeol lukiskan dengan segenap kekuatannya.

Hadiah terakhir darinya…untuk Baekhyun.

Terdengar suara merdu Baekhyun yang mulai menjalin kata dalam sebuah alunan melodi indah…dengan syair yang baru pertama kali Chanyeol dengar, ia tak tahu lagu apa itu…namun karena Baekhyun yang menyanyikannya…itu sangat indah.

I’m walking slowly in the surface of grassily land.
Looking for Rainbow Bridge which will bring me to the sky.
Suddenly, I hear your voice and I feel my heart beat faster.
I look around and saw you in the far away…
Seeing your face make me smile…you look so awesome, my dear~
But I can’t stay for more long time, I’m gonna go to my new place…
Sorry because I’cant takes you with me…sorry…
I’m so sorry and I love…I love…y-you…~

Dan lagu pun berhenti…berhenti bersamaan dengan melemasnya genggaman tangan Baekhyun terhadap tangan Chanyeol.

“Baekhyun…mengapa berhenti? Lanjutkanlah…ayo bernyanyi lagi…”

Tak ada sahutan, jawaban atau pun suara yang terdengar…lagu benar-benar terhenti, Baekhyun tak lagi bernyanyi.

“Baekhyun…aku belum memintamu berhenti! Bernyanyilah kembali!”

Tubuh mungil itu lemas, terkulai begitu saja meski berkali-kali Chanyeol mengguncangkannya dengan lembut, mata itu telah tertutup rapat…meski Chanyeol terus berteriak memanggil nama sang pemilik. Mata itu…mata sang kekasih yang amat ia cintai, tak kan lagi terbuka…bola mata indah itu tak kan lagi dapat ia lihat.

“Baekhyun! Ya, Byun Baekhyun! Kau belum menyelesaikan lagunya! Jangan berhenti! Jangan berhenti bernyanyi…aku mohon~ bernyanyilah lagi…Baekhyun…Baekhyun…~”

Kini tak ada lagi orang lain ditempat ini selain seorang Park Chanyeol…Park Chanyeol yang sendirian, menangis dan memeluk erat tubuh tanpa nyawa dalam dekapannya.

Tubuh Baekhyun semakin dingin…seiring dengan semakin kerasnya isak tangis yang lolos dari mulut Chanyeol.

“Baekhyun…Baekhyun-ku…~”

Lelaki yang tinggal seorang diri itu kini hanya dapat menangis…melepas rasa lega sekaligus menerima kepedihan akan kenyataan pahit ini. Sekuat apapun ia memeluk, tubuh Baekhyun tak kunjung menghangat namun semakin terasa dingin…sekeras apapun ia menangis dan berteriak memanggil nama sang kekasih, kedua mata indah itu tak kan pernah lagi terbuka…

Berapa kali pun ia meminta dan memohon…lagu itu tak kan pernah ia dengar lagi, lagu yang bahkan belum ia dengar sampai selesai. Angin berhembus kencang namun lembut, seolah mengajak Baekhyun pergi dan meninggalkan Chanyeol seorang diri…membawa serta senyum, tawa dan kebahagiaannya.

Baekhyun telah pergi…
Tuhan telah menjemput satu malaikat tersayang- Nya untuk kembali kesurga.

Bukanlah ucapan selamat tidur dariku untuk mengantarmu…
Namun adalah ucapan selamat tinggal dariku untuk mengantar tidurmu…tidur panjangmu yang tak kan kan pernah berakhir.
Meski pun kau tak dapat mendengarnya…akan terus kuucapkan kata cinta…hanya untukkmu, sayangku.

~THE END~